Minggu, 16 Maret 2014

SOSIALISASI DAN PENYULUHAN ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DAN ANOMALI CUACA KEPADA PARA PETANI DI JAWA BARAT


Ketersediaan pangan global, termasuk nasional dan juga lokal, sangat tergantung kepada sumberdaya alam yang akan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Walaupun hujan, tempe¬ratur dan kondisi tanah sudah membentuk suatu sistem alami yang akan mendukung usaha-usaha pertanian, namun keadaan ini tidak stabil dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atmosfer secara terintegrasi. Manusia pada batas-batas tertentu dapat berinter¬vensi terhadap sumberdaya alam tadi.

Iklim (secara umum merupakan kombinasi dari hujan, temperatur, dan sinar matahari) adalah faktor pertumbuhan terpenting dalam produksi tanaman di lapangan. Adanya perubahan pada kondisi iklim akan berdampak luas bagi produksi pangan global.

Perubahan iklim global, eksploitasi tanah dan lahan  yang berlebihan, kekurang tepatan pengelolaan lahan, pada gilirannya akan berdampak terhadap potensi produksi pangan dan kesediaan pangan suatu daerah. Mengetahui karakteristik alam dengan baik, kemudian mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkannya dan menetapkan cara-cara penanggu¬langannya,  adalah merupakan rangkaian usaha dan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan.

Laporan kegiatan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu, kami senantiasa menerima berbagai saran yang membangun untuk kemajuan di masa yang akan datang.  Akhirul kata, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu seluruh proses berjalannya kegiatan sosialisasi dan penyuluhan ini. Semoga kegiatan yang sudah dilakukan ini memiliki guna manfaat bagi masyarakat sasaran khususnya, dan bagi para pembaca umumnya.

Tim Penyusun:

    Ketua Pelaksana         : Rija Sudirja
    Anggota :       M. Iwan Ridwan; Gun gun; Yudi; Dewiati;
                                               Dion Sulasdion; Oviyanti;
   Narasumber                  :       Dr. Sumadi; Dr. Betty Natalie Fitriatin; Dr. Santi Rosniawaty;
                                               Dr, Edy Suryadi; Idrus SP.; Dr. Ruminta




Bencana kekeringan kembali melanda Jawa Barat. Bencana ini tidak hanya terjadi di satu daerah saja, tapi juga meluas secara merata hampir di seluruh wilayah Jawa Barat. Berdasarkan keterangan yang dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau tahun ini berlangsung hingga akhir bulan September 2012 di kawasan Jawa Barat bagian Selatan. Sedangkan untuk kawasan Jawa Barat bagian Utara (Pantura) akan berlangsung hingga awal bulan November 2012.

Perubahan siklus iklim ini jelas sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat. Di Kabupaten Cirebon, lebih dari 2.000 hektar sawah di lima kecamatan terancam gagal panen, akibat keringnya Waduk Setupatok yang merupakan sumber pengairan sawah para petani. Dari jumiah tersebut, sekitar 70 - 80 hektar tanaman padi di Kecamatan Mundu, bahkan terpaksa dibiarkan mati karena petani kesulitan mendapatkan sumber air alternatif untuk mengairi sawah mereka.

Di Majalengka, sekitar 230 hektar sawah dinyatakan puso. Jika setiap hektar rata-rata menghasilkan produksi sebanyak 5 ton, maka potensi kerugian akibat bencana kekeringan ini dapat mencapai sekitar 1150 ton. Belum lagi kerugian materiii dan immateriil lainnya yang diperkirakan dapat mencapai angka ratusan juta rupiah.

Tidak hanya di bidang pertanian, bencana kekeringan tahun juga sangat berdampak pada bidang perikanan. Sebanyak 150.000 petani budidaya ikan di Jawa Barat terpaksa menghentikan aktivitasnya. Salah satu penyebabnya adalah akibat terus menurunnya debit air di Waduk Jatiluhur. Begitu pun dengan petani budidaya ikan di kawasan Indramayu yang mengalami penurunan hasil produksi ikannya, karena hanya mampu mengandalkan tadah hujan guna mengairi kolamnya.

Dari dua bidang ini saja, terdapat potensi ancaman yang lebih besar, yaitu terjadinya krisis pangan di Jawa Barat. Krisis pangan ini dikhawatirkan dapat menyebabkan bencana kelaparan, kekurangan gizi serta memicu kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya. Yang tidak kalah tragis, adalah potensi konflik horizontal di masyarakat. Pemenuhan terhadap kebutuhan air bersih ini dapat menyebabkan masyarakat hilang kendali dan bertindak anarkis. Bahkan di salah satu daerah, masyarakat ramai-ramai meng¬gergaji pipa saluran air sebuah kolam renang. Tidak sedikit pula pihak yang mengambil keuntungan dari kebutuhan air bersih ini dengan menjual air kepada masyarakat. Lalu dimana peran Pemerintah untuk menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup masyarakat?

Keluarga alumni Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (KAFP Unpad) sebagai komunitas yang memiiiki potensi keahlian dalam bidang pertanian, tentunya memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan sumbangsih dan peranan dalam membantu petani dan nelayan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, khususnya dampak kekeringan ini. Sebagai bentuk tanggung jawab tersebut, KAFP Unpad mengajukan program antisipasi dampak kekeringan berupa penyuluhan dan sosialisasi kegiatan-kegiatan antisipasi.

Maksud dan tujuan dan kegiatan Sosialisasi dan Penyuluhan : Antipasi Dampak Kekeringan Dan Anomali Cuaca Kepada Para Petani Di Jawa Barat ini adalah : 
  • Melakukan Sosialisasi tentang  fenomena  perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi dan dampak-dampaknya bagi kegiatan pertanian di Jawa Barat.
  • Invetarisasi masalah-masalah dalam bidang pertanian dalam kaitannya  dengan terjadi perubahan iklim.
  • Memberikan pemahaman dampak perubahan iklim global terhadap system usaha tani padi dan penanggulangan yang akan dilakukan pada system usaha tani padi pada kondisi anomaly cuaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar