Umumnya proses air tanah terbentuk karena meresapnya air dari
permukaan ke dalam lapisan batuan. Air permukaan yang mengalami proses
peresapan akan bergerak bebas mengikuti dan mengisi pori-pori, celah-celah dan
rongga atas batuan tersebut.
Kapasitas air tanah yang terkandung pada suatu perlapisan batuan
tergantung kepada kepadatan, umur batuan, susunan butiran dan ukuran butiran
batuan. Pemerataan dan penyebaran air tanah dapat dideskripsikan secara
vertikal dan horisontal sesuai dengan penyebaran formasi batuan yang sanggup
menyimpan dan pembawa air (permeable)
atau yang disebut akuifer. Akuifer sangat dipengaruhi oleh tingkat porositas
dan permeabilitas batuan itu sendiri. Lapisan batuan yang tidak mampu
mengalirkan air disebut lapisan kedap (impermeable).
Sedangkan lapisan batuan yang tidak mampu menyimpan dan meloloskan air tanah
disebut akuifug.
Kebutuhan air merupakan kebutuhan pokok semua kehidupan, baik untuk kebutuhan sehari–hari, pertanian, perindustrian dan lain–lain. Karena pertumbuhan penduduk meningkat, kebutuhan air juga ikut meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut diharapkan dengan cara melakukan pengeboran dalam. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, perencanaanpengeboran perlu ditunjang dengan kajian studi geofisika, yaitu pendugaan geolistrik. Pendugaan untuk mempelajari sifat fisika batuan terhadap arus listrik. Karena pada dasarnya semua batuan berbeda sifatnya dalam menghantarkan arus listrik, tergantung beberapa faktor antara lain :
- Kerapatan batuan
- Porositas dan permeabilitas
- Bentuk dan ukuran pori
- Umur batuan
- Kandungan elektrolit
Pendugaan geolistrik pada dasarnya memanfaakan sifat kelistrikan
pada suatu formasi batuan terhadap arus listrik yang diinjeksikan searah ke
dalam bumi melalui dua elaktroda arus pada dua titik permukaan bumi kemudian
mengu kur beda potensial yang terjadi pada dua titik lain di permukaan bumi.
Kedua elektroda potensial ditempatkan berdasarkan susunan konfigurasi elektroda
tertentu. Untuk kajian yang tepat studi ini adalah konfigurasi Schlumberger.
Konfigurasi elektroda Schlumberger menempatkan susunan elektroda dimana dua
elektroda (MN) ditempatkan diantara dua elektroda arus (AB). Pada saat
pengukuran, elektroda arus (AB) dan elektroda potensial (MN) akan dipindah
sesuai dengan jarak yang telah ditentukan, yaitu jarak elektroda (MN/2)< 1/5
jarak elektroda arus (AB/2).
Tujuan Penyelidikan
Secara pronsip pendugaan geolistrik ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai penyebaran lapisan batuan yang sanggup menyimpan
dan membawa air (akuifer). Selain itu pendugaan geolistrik akan memberikan
gambaran susunan lapisan batuan di bawah permukaan tanah seperti ketebal an,
kedalaman, jenis batuan, dan penyebaran batuan sehingga nantinya akan membantu
perencanaan pengeboran.
Waktu dan Lokasi Penyelidikan
Pendugaan geolistrik ini telah dilaksanakan oleh TEAM GEOPHYSICS
Bandung pada tanggal 14 Januari 2015 menghasilkan 2 (dua) titik duga geolistrik
di lokasi Kampung Cibugel, Desa Cibugel, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat.
Metoda Penyelidikan
Dalam melakukan interpretasi dan menganalisa potensi air bawah
tanah daerah penyelidikan dengan cara beberapa tahap, yaitu:
Tahap pertama: Mengevaluasi peta geologi, peta
hidrogeologi, peta rupabumi serta mengidentifikasi kondisi air tanah baik dari
sumber mata air maupun dari sumur penduduk.
Tahap kedua: Dengan melakukan pendugaan
geolistrik metode Resistivity untuk mengetahui susunan satuan batuan yang mampu
menyimpan dan sebagai media pembawa air (akuifer).
Pendugaan geolistrik merupakan survei untuk mengetahui penyebaran
batuan di bawah permukaan tanah secara tegak maupun mendatar yang dapat
bertindak sebagai akuifer (lapisan pembawa air) dan menentukan letak titik
sumur bor di lokasi penyelidikan.
Peralatan yang dipergunakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah
sebagai berikut:
- Resistivitimeter NANIURA NRD 22 S : 1 buah
- Elektroda arus yang terbuat dari stainless steel : 2 buah
- Elektroda potensial terbuat dari tembaga : 2 buah
- Palu atau martil : 3 buah
- Kabel arus masing – masing : 250 meter
- Kabel Potensial : 100 meter
- Kamera digital : 1 buah
- Alat komunikasi / Handy Tallky : 3 buah
- Kompas dan GPS (koordinat dan elevasi) : 1 buah
- Untuk pengolahan data dipakai satu unit computer
Gambar sketsa lokasi pendugaan geolistrik (tanpa skala) proses terjadinya air tanah
Secara umum terjadinya airtanah tergantung kepada kondisi iklim,
kondisi geologi dan kondisi morfologi. Kondisi iklim besar pengaruhnya karena
merupakan sumber pemasok airtanah terhadap kondisi geologi dan morfologi itu
sendiri, karena kondisi geologi dan kondisi morfologi merupakan wadah air bawah
tanah.
Siklus hidrologi merupakan proses pokok dalam terjadinya air tanah
yang meliputi air larian (run off),
curah hujan (evaporasi) dan penguapan keringat (evapotransporasi). Kondisi
geologi dan morfologi (bentang alam) merupakan proses alamiah. Proses alamiah
ini memerlukan waktu cukup lama berkisar antara ratusan sampai ribuan tahun.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat dan perkembangan
pembangunan diberbagai bidang yang sangat pesat merupakan salah satu faktor
yang sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas airtanah. Ini terlihat
adanya ketidakseimbangannya neraca air bawah tanah oleh karena pembangunan
perumahan, industri dan pembangunan jalan sehingga berakibat semakin
menyempitnya daerah resapan airtanah. Curah hujan yang seharusnya berfungsi
sebagai pemasok air tanah resapan beralih fungsi menjadi air larian (run off)
yang mengakibatkan potensi air bawah tanah tersebut menjadi berkurang (berdebit
kecil).
Siklus Hidroligi
Siklus
hidrologi merupakan salah satu factor penting dalam proses terjadinya air
tanah, siklus hidrologi ini meliputi proses evaporasi/ evapotransporasi dan
kondensasi.
Gambar siklus hidrologi
Pada
gambar tersebut di atas (Gambar 2. Siklus Hidrologi) adalah gambaran proses
terjadinya airtanah yang meliputi proses Evaporasi, Evapotransporasi dan proses
Kondensasi. Proses Evaporasi dan Evapotransporasi adalah proses penguapan air
menjadikan partikel-partikel uap yang mengisi udara. Sedangkan proses
Kondensasi adalah proses terjadinya perubahan uap yang mengisi udara (awan)
menjadi air hujan. Evaporasi adalah penguapan yang berasal dari laut, sungai,
danau dan lahan atau areal basah. Evapotranporasi adalah proses penguapan yang
berasal dari tumbuhan. Kedua proses tersebut pada ketinggian tertentu
partikel-partikel ini akan mengalami perubahan menjadi awan (Kondensasi) dan
terjadi hujan. Tidak semua air hujan ke bumi akan mengalami Evaporasi
(penguapan), tetapi sebagian akan turun ke bumi sebagai air larian (run off)
yang akhirnya akan mengisi laut, sungai dan danau kemudian terjadilah siklus
hidrologi kembali.
Sebagian air hujan juga dihisap oleh tumbuh-tumhan (evapotransporasi)
dan sebagian lagi meresap (infiltrasi) dan mengalir ke dalam tanah yang disebut
airtanah. Besarnya nilai infiltrasi tergantung pada intensitas lamanya hujan,
jenis tanah, jenis tanaman dan iklim. Kelanjutan proses infiltasi menuju zona
jenuh yang akan menghasilkan kenaikan muka air bawah tanah (menambah cadangan
air bawah tanah).
Geologi dan Hidrologi
Secara
vertikal maupun lateral, satuan batuan yang menyusun daerah ini adalah Endapan
Volkanik Muda terdiri dari tufa, lahar,
breksi lava andesit sampai basal. Kelulusan tinggi hingga sedang; berkelulusan
tinggi terutama pada endapan lahar dan lava vesikuler. Bila dikaitkan dengan
geologi regional maka hidrogeologi lembar Bandung skala 1:250.000 oleh
SOETRISNO. S. 1985 atau muka air tanah daerah penyelidikan berkaitan dengan
kondisi batuan yang terbentuk di sekitar daerah ini. Kondisi hidrogeologi, umumnya
berkaitan erat dengan sistem akuifer tertentu.Hasil pengamatan hidrogeologi
setempat, tampak jenis batuan yang dapat bertindak sebagai akuifer yang
produktif terutama dari tufa pasiran dan pasir tufaan yang termasuk ke dalam
sistem akuifer melalui aliran ruang antar butir. Dengan keterdapatannya
termasuk daerah akuifer – akuitard
dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas. (Akuifer dengan
keterusan sangat beragam; kedalaman muka airtanah umumnya dalam; debit sumur
umumnya kurang dari 5 l/d).
Gambar Sebagian Peta
Hidrogeologi Lembar Bandung Dan Sekitarnya
Penyelidikan
pendugaan geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan terhadap arus
listrik, dimana setiap jenis batuan yang berbeda akan mempunyai harga tahanan
jenis yang berbeda pula. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya umur
batuan, kandungan elektrolit,
kepadatan batuan, jumlah mineral yang dikandungnya, porositas,
permeabilitas dan lain sebagainya. Berdasarkan hal tersebut di atas apabila
arus listrik searah (Direct Current) dialirkan ke dalam tanah melalui 2 (dua)
elektroda arus A dan B, maka akan timbul beda potensial antara kedua elektroda
arus tersebut. Beda potensial ini kemudian diukur oleh pesawat penerima
(receiver) dalam satuan miliVolt. Dalam penyelidikan geolistrik ini telah
digunakan susunan elektroda dengan menggunakan susunan aturan Schlumberger dimana kedua elektroda potensial
MN selalu ditempatkan diantara 2 buah elektroda arus Gambar 4.
Gambar Susunan elektroda menurut aturan Schlumberger
Pada setiap pengukuran, elektroda arus
AB selalu dipindahkan sesuai dengan jarak yang telah ditentukan, sedangkan
elektroda potensial MN hanya bisa dipindahkan pada jarak-jarak tertentu dengan
syarat bahwa jarak MN/2 1/5 jarak AB/2. Oleh
karena jarak elektroda selalu berubah pada setiap pengukuran, maka Hukum Ohm yang
digunakan sebagai dasar setiap penyelidikan geolistrik dalam memperoleh harga
tahanan jenis semu harus dikalikan dengan faktor jaraknya (K-Factor). Sehingga
rumus untuk memperoleh harga tahanan jenis semu dapat ditulis sebagai berikut
Dimana:
Penampang Tegak Tahanan Jenis
Dari hasil interpretasi pendugaan geolistrik dan telah
dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, di daerah
penyelidikan pendugaan geolistrik ini bertahanan jenis antara 5 – 175
Ohm-meter. Dan dari kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat
dikelompokkan dengan berdasarkan perbedaan kontras harga tahanan jenisnya,
yaitu:
Akuitard adalah batuan yang dapat menyimpan air, tetapi tidak
dapat mengalirkan air tanah dalam jumlah memadai, seperti batuan lanau pasiran
(lanau), pasir lempungan dan tufa breksian.
Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai keadaan lapisan batuan di
bawah tanah secara vertikal/tegak, maka dapat dibuat gambar penampang tegak
tahanan jenis masing-masing titik duga geolistrik.
Gambar Penampang Tegak Tahanan Jenis
Tabel hasil penafsiran dan korelasi antara geologi, hidrogeologi
dan pendugaan geolistrik di lokasi penyelidikan.
Tabel
Korelasi Tahanan Jenis
Simpulan Pengukuran Air dengan Geolistrik
Dari hasil penafsiran dan pembahasan di atas,
maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Pendugaan geolistrik dapat memberikan gambaran bawah permukaan tanah tentang penyebaran lapisan batuan baik tegak maupun mendatar.
- Kondisi hidrogeologi di daerah penyelidikan, termasuk dalam sistem akuifer melalui aliran antar butir dan celahan atau rekahan. Dengan keterdapatannya daerah ini termasuk daerah akuifer produktif sedang dan penyebaran luas.
-
Batuan yang diharapkan dapat bertindak sebagai pembawa airtanah adalah tufa pasiran dan pasir tufaan. Dari hasil penyelidikan pendugaan geolistrik, dapat diketahui lapisan akuifer, yaitu:Penyediaan air bersih di lokasi penyelidikan diharapkan dapat dipenuhi dari airtanah dalam dengan cara melakukan pengeboran dalam, dan dapat dilaksanakan di semua titik duga dan sekitarnya, terutama GL.1 (skala prioritas) dan GL.2 dengan kedalaman pengeboran ± 40 meter untuk sumur dangkal dan 130 meter untuk sumur bor dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar